Desa Trunyan Kintamani Bali

Tempat wisata di Bali tidak cuma pantai dan desa wisata disana juga bukan hanya ada Ubud dan Panglipuran saja, tapi masih ada sebuah desa yang cukup menarik dikunjungi jika singgah di pulau Dewata tersebut.
 
Desa Trunyan Kitamani Bali
Desa Trunyan namanya, desa yang berada di daerah Kintamani ini memiliki tradisi pemakaman yang unik, dimana orang-orang mati di Desa Trunyan dikuburkan secara terbuka di bawah pohon dan diletakan begitu saja diatas tanah.

Selain itu, Desa Trunyan memiliki beberapa fakta menarik untuk diketahui sebelum memutuskan berkunjung ke sana. Lantas, apa saja faktanya? berikut ulasannya

Kuburan Trunyan
Ternyata, Trunyan adalah sebuah nama pemakaman unik di Desa Trunyan, dimana umumnya pemakaman selalu di identikan dengan peti mati dan kain kafan, tapi berbeda dengan pemakaman di Desa Trunyan.

Mayat yang meninggal dibiarkan saja tergeletak di atas tanah, sedangkan anggota keluarganya cukup memberikan pagar dari bambu dan sesaji di samping jenazah tersebut.
Secara logika, mayat yang dikuburkan secara terbuka dan diletakan begitu saja, pasti kelama-lamaannya akan mengeluarkan bau busuk, tapi berbeda dengan di Desa Trunyan, sama sekali tidak mengeluarkan bau busuk.

Kenapa? hal ini terjadi karena adanya pohon Trunyan yaitu sebuah pohon besar yang berdiri ditengah-tengah daerah pemakaman tersebut.
 
Kuburan Desa Trunyan
Nama asli pohon tersebut adalah Taru Menyan, dimana dalam bahasa setempat “Taru” artinya pohon dan “Menyan” artinya harum. Jadi kalau digabung bisa diartikan pohon harum.
Pohon Trunyan Diperkirakan Berusia Ribuan Tahun
Ternyata, pohon Trunyan diperkirakan berusia ribuan tahun, tapi anehnya, ukuran pohon tersebut tidak banyak mengalami perubahan. Dibawah pohon inilah pemakaman tersebut berada, dan masyarakat setempat percaya pohon ini dapat menyerap bau busuk mayat yang dimakamkan disini.

Sejauh ini belum ada penelitian yang bisa mengungkap, bagaimana pohon ini bisa menyerap bau busuk mayat manusia yang dimakamkan disini.

Berdasarkan cerita penduduk setempat, dulu penduduk desa tersebut tiba-tiba dihampiri kebingungan karena munculnya bau harum menyengat di seluruh desa, bahkan saking menyengatnya banyak penduduk yang mengalami pilek.

Setelah ditelusuri, ternyata, bau harum menyengat tersebut berasal dari sebuah pohon besar, kemudian supaya bau harum menyengat tersebut tidak menganggu penduduk desa lagi, maka diputuskan tempat tersebut dijadikan tempat pemakaman.

Ternyata, Ada Syarat Agar Bisa di Makamkan Disini

Penduduk setempat memiliki ketentuan dan syarat tersendiri dalam hal pemakaman tersebut, dimana jumlah jenazah di atas tanah yang dekat dengan pohon Trunyan tersebut tidak boleh lebih dari 11 jenazah.

Selain itu, jenazah yang bisa diletakan disini adalah mereka yang meninggal secara wajar saja dan pernah menikah.


Untuk jenazah yang sudah menjadi tulang belulang akan dikumpulkan dengan yang lainnya di dekat akar pohon tersebut, agar tempatnya bisa digunakan untuk jenazah baru. Keunikan lainnya, jenazah tersebut akan ditutupi dengan “Ancak” yaitu sebuah kurungan bambu.
Ada juga “Sema Bantas” Tempat Pemakaman Untuk Mereka Yang Meninggal Tidak Wajar
Cara meninggal tidak wajar itu seperti kecelakaan, bunuh diri atau membunuh orang, nah mayatnya tidak diperbolehkan diletakan dekat pohon Trunyan, ada tempat lain yang bernama “Sema Bantas” khusus untuk mereka yang meninggal tidak wajar.

“Sema Muda” Tempat Pemakaman Untuk Bayi atau Anak-Anak

Selain Sema Bantas, ada juga “Sema Muda” yaitu tempat pemakaman untuk mereka yang masih bayi atau anak-anak dan warga yang sudah besar dan dewasa tapi belum menikah. Tempat-tempat pemakaman ini sudah dibedakan sesuai dengan kaidah yang berlaku di Desa Trunyan.

Nah, itulah beberapa fakta menarik tentang Desa Trunyan. Untuk bisa sampai ke tempat ini tergolong mudah, bisa meenyewa perahu di Dermaga Kedisan Danau Batur untuk menuju ke Desa Trunyan.

Ada 2 cara menuju desa Trunyan.

Pertama, lewat  desa Kedisan. Kedisan adalah nama desa dimana dermaga perahu motor menuju desa Trunyan berada. Umumnya, wisatawan baik asing maupun dalam negeri, lewat dermaga Kedisan untuk menuju Trunyan. Dari Kedisan, kita bisa menyewa perahu motor untuk menyebrang. Jangan takut bakal dipalak. Di dermaga Kedisan sudah ada loket resmi milik Pemkab Bangli. Ada plang besar di depan loket, daftar harga yang harus dibayar. Biasanya disesuaikan dengan jumlah penumpang, missal kami ber5 membayar sekitar 400ribu untuk PP Kedisan – Trunyan selama 45menit.
 
Boat Menuju Desa Trunyan
Cara kedua untuk mencapai desa Trunyan adalah lewat desa terdekat ke Trunyan. Cara mencapainya, cari saja desa Buahan. Dari desa Kedisan ke arah barat. Setelah sampai ke desa Buahan, ikuti jalan menuju desa Abang. Yang bikin spektakuler perjalanannya adalah kondisi jalannya. Menurut teman saya yang sudah pernah mencoba, kondisi jalannya cukup curam, naik turun pegunungan, yah kalo dibayangkan mirip jalan-jalan di daerah Tepus Gunungkidul. Hanya saja, menuju desa Abang, suasananya lebih mirip menelusuri Senggigi menuju Pelabuhan Bangsal. Sebelah gunung, sebelahnya lagi jurang menuju Danau Batur. Bener-bener memacu adrenalin khan? 😉

Kalo menuju desa Abang itu jalannya butuh mental yang gede, wajar ajalah. Khan disana memang ada Gunung Abang dengan ketinggian 2151m diatas permukaan laut. Jauh lebih tinggi dari Gunung Batur yang ketinggiannya (cuma) 1412m diatas permukaan laut. Nah, dari desa Abang inilah kita bisa sewa perahu ke desa Trunyan, yang kata teman saya cuman 200ribu.


http://wowasiknya.com/desa-trunyan/

No comments:

Post a Comment